BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pergaulan
dan Pendidikan
Pergaulan adalah proses interaksi yang dilakukan oleh
individu dengan individu yang lain maupun dengan kelompok. Seperti yang
dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial
(zoon-politicon) yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas
dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar
dalam pembentukan kepribadian individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan
mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang
negatif.
Adapun
pengertian lain tentang pergaulan “Pergaulan adalah dua orang atau lebih
bersama-sama mengadakan hubungan antara sesamanya membentuk situasi”.
(Sadulloh, 2010, hlm. 107).
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. (Pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Pendidikan yang sebenarnya berlaku dalam pergaulan
antara orang dewasa dan anak. Pendidikan memang kita dapati dalam pergaulan
antara orang dewasa dan anak. Pergaulan antara orang dewasa dan orang dewasa
tidak disebut pergaulan pendidikan(pergaulan pedagogis) sebab didalam pergaulan
itu orang dewasa menerima dan bertanggung jawab sendiri terhadap pengaruh yang
terdapat dalam pergaulan itu.
Pergaulan itu disebut pergaulan pedagogis jika orang
dewasa atau si pendidik sadar akan kemampuannya sendiri dalam tindakannya
terhadap anak yang “tidak mampu apa-apa” itu, tetapi disamping itu, ia masih
ada percaya bahwa anak memiliki kemampuan untuk membantu dirinya
sendiri. Lebih jelas lagi: dalam pergaulan dengan anak-anak, orang dewasa
menyadari bahwa tindakannya yang dilakukan terhadap anak-anak itu mengandung maksud,
ada tujuan untuk menolong anak yang masih perlu ditolong untuk membentuk
dirinya sendiri.
B. Pergaulan
sebagai Tempat Fenomena Pendidikan atau Situasi Pendidikan
Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dan bergaul
bersama dengan sesamanya.Dalam interaksinya setiap manusia melakukan
tindakan-tindakan tertentu, sehingga saling mempengaruhi antara manusia yang
satu dengan manusia yang lainnya. Berdasarkan pelakunya, pergaulan dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu:
1.
Pergaulan
antara orang dewasa dengan orang dewasa.
2.
Pergaulan
antara orang dewasa dengan anak ( orang yang belum dewasa).
3.
Pergaulan
antara anak dengan anak.
Dalam setiap
jenis pergaulan terdapat suatu situasi tertentu, yaitu suatu keadaan yang
mempunyai bentuk dan tujuan tertentu dari pergaulan yang bersangkutan.
Berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari kita dapat membedakan dua macam
situasi pergaulan, yaitu:
1)
Situasi
pergaulan biasa atau situasi pergaulan bukan pendidikan.
Sadulloh (2010) jika dalam suatu pergaulan antara
orang dewasa dengan anak didasarkan atas niat untuk memuaskan keinginan orang
dewasa, untuk keuntungan orang dewasa, tidak didasarkan untuk mencapai tujuan
pendidikan (baik tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan
insidental, dan tujuan intermedier), maka situasi yang tercipta bukan situasi
pendidikan melainkan situasi pergaulan.
2) Situasi pendidikan.
Sadulloh (2010)
situasi pendidikan berlangsung dalam situasi pergaulan yang merupakan ladang
yang subur bagi terjadinya situasi pendidikan tersebut. Dengan demikian situasi
pendidikan hanya berlangsung dalam situasi pergaulan yang didasarkan atas suatu
tujuan pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan di dalam pergaulan mungkin mengandung situasi pergaulan biasa
atau mungkin pula mengandung situasi pendidikan. Sekalipun belum tentu semua
pergaulan mengandung fenomena pendidikan, tetapi fenomena pendidikan itu pada
hakikatnya berada di dalam pergaulan.
C. Fenomena
Pendidikan Berlangsung Dalam Pergaulan Orang Dewasa Dengan Anak
Berdasarkan
pelakunya, pergaulan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pergaulan antara orang
dewasa dengan orang dewasa, pergaulan orang dewasa dengan anak, dan pergaulan
anak dengan anak. Adapun fenomena pendidikan hanya berlangsung di dalam
pergaulan antara orang dewasa dengan anak. Mengapa demikian? Karena orang
dewasa adalah orang yang sudah jelas siapa sesungguhnya dia. Ia mempunyai
kelebihan pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan norma- dibanding anak,
adapun semua itu harus sudah direalisasikan dalam setiap perbuatannya. Dengan
kata lain, semua itu harus sudah terintegrasi dalam dirinya. Dalam peraulan
pendidikan, terintegrasinya pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan norma
pada diri pendidik sangatlah ideal. Sebab, hal ini merupakan cara atau metode
mendidik dalam mempengaruhi anank didik yang akan turut menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan.
D. Sifat- sifat Pergaulan Pendidikan
M . J. Langeveld (1980:20-21) mengemukakan adanya
dua sifat pergaulan dalam rangka pendidikan, yaitu:
1. Bahwa
dalam pergaulan orang berusaha mempengaruhi;
2. Pengaruh
itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa,
seperti: sekolah, buku, peraturan, hidup sehari-hari, dsb.) yang ditujukan
kepada anak agar mencapai kedewasaan.
Pengaruh
orang dewasa kepada anak dikatakan mendidik hanya jika tindakan atau pengaruh
itu diberikan secara sengaja dan bersifat positif. Artinya, bahwa pengaruh itu
secara disadari diciptakan atau diberikan oleh orang dewasa kepada anak; selain
itu bahwa isi tindakan atau pengaruhnya itu bersifat membantu anak agar cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atau terarah kepada pencapaian
kedewasaan.
E. Kemungkinan Dan Sifat Perubahan
Situasi Pergaulan Biasa Menjadi Situasi Pendidikan
1. Situasi
pergaulan biasa pada saat tertentu dapat diubah menjadi situasi pendidikan.
Sebaliknya, pada saat tertentu pula situasi pendidikan dapat berubah menjadi
situasi pergaulan biasa. “Pergaulan itu seakan-akan disediakan untuk
memungkinkan munculnya gejala pendidikan dan … yang setiap waktu pula bersedia
“menyimpan kembali” gejala pendidikan itu” (M.J. Langeveld. 1980:29).
Sifat yang harus dipenuhi dalam mengubah situasi
pergaulan biasa menjadi pergaulan pendidikan. Menurut M.J. Langeveld
(1980:30-31) ada dua sifat yang harus diperhatikan apabila pendidik akan
mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan, yaitu :
a. Kewajaran
(wajar)
Perlunya kewajaran dalam mengubah situasi pergaulan
biasa menjadi situasi pendidikan hendaknya dilakukan secara wajar sehingga
tidak tampak jelas dan tidak dirasakan kesengajaannya oleh anak didik, walaupun
sesungguhnya pengubahan situasi pergaulan itu secara sengaja diciptakan oleh
pendidik. Dalam keadaan seperti ini anak biasanya hampir tidak menyadari bahwa
situasi pergaulan yang sedang berlangsung telah berubah menjadi situasi
pendidikan, sehingga dengan demikian anak menerima pengaruh pendidik secara
wajar pula.
b. Ketegasan
(tegas)
Perlunya ketegasan dalam mengubah situasi pergaulan
biasa menjadi situasi pendidikan. Tegas disini maksudnya harus menunjukan
kejelasan perbedaan antara pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan perbuatan yan
benar atau baik dengan yang salah atau tidak baik.
2. Kepercayaan sebagai syarat teknik pendidikan. M.J.
Langeveld (1980:33) menyatakan bahwa “perhubungan
yang berdasarkan percaya mempercayai merupakan syarat teknik bagi pendidikan”.
3.
Lingkungan
pendidikan.Secara umum lingkungan pendidikan dibedakan kedalam 3 jenis yaitu ;
a. Lingkungan
pendidikan informal (Keluarga)
b. Lingkungan
pendidikan formal (Sekolah)
c. Lingkungan
pendidikan nonformal (Masyarakat)
F.
Sifat
Pendidikan
Sifat pendidikan. Pergaulan pendidikan yang tujuan,
isi, mode, dan alat pendidikannya tidak sesuai dengan kodrat, martabat dan
nilai-nilai kemanusiaan tidak dapat disebut sebagai pendidikan. Oleh sebab itu
dinyatakan bahwa pendidikan bersifat normatif. Selain itu, bahwa dalam rangka
bertindak di dalam pergaulan pendidikan, pendidik harus memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek pribadi anak didik. Pendidik juga harus mempertimbankan
bahwa anak didik bukan hanya tumbuh dan berkembang sehingga memiliki
kecenderungan untuk menjadi “besar”, melainkan juga “ketidakmampuan dan
ketergantungannya” yang menuntut asuhan, bimbingan, pengajaran dari pendidik.
Selain itu, pendidik pun harus sadar bahwa anak didik pada dasarnya memiliki
kebebasan dan keinginan untuk menjadi dirinya sendiri. Semua itu harus
diperhatikan sebab, “pergaulan yang tidak menghormati keanakan itu menunjukan
kekurangan dan ketidaksempurnaan pedagogis” (M.J. Langeveld, 1980:34).
Tag :
MAKALAH
0 Komentar untuk "CONTOH MAKALAH PEDAGOGIK PERGAULAN DAN PENDIDIKAN BAB II"