PERSPEKTIF
MODAL SOSIAL
A. Pengertian
Perspektif Modal Sosial
Perspektif berarti pandangan. Sedangkan modal sosial Menurut
Francis Fukuyama (1995) mengilustrasikan modal sosial dalam trust, believe and
vertrauen artinya bahwa pentingnya kepercayaan yang mengakar dalam faktor
kultural seperti etika dan moral. Trust muncul maka komunitas membagikan
sekumpulan nilai-nilai moral, sebagai jalan untuk menciptakan pengharapan umum
dan kejujuran. Ia juga menyatakan bahwa asosiasi dan jaringan lokal sungguh
mempunyai dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pembangunan
lokal serta memainkan peran penting dalam manajemen lingkungan.
James
S, Colement (1998) menegaskan bahwa, modal sosial sebagai alat untuk memahami
aksi sosial secara teoritis yang mengkombinasikan perspektif sosiologi dan
ekonomi.
Dari
uraian pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah sumber
daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru.
Jadi,
pengetian perspektif modal sosial adalah pandangan yang mengenai investasi yang
ada dalam diri pribadi setiap orang untuk mendapatkan sumber daya baru.
Perspektif ini dapat dilihat dari komunitarian, jaringan, institusional dan
sinergi.
B. Pandangan
Komunitarian
Perspektif
atau pandangan komunitarian cenderung melihat modal sosial sama dengan
organisasi sosial biasa seperti perkumpulan, asosiasi, dan kelompok masyarakat
sipil. Pandangan komunitarian memberi tekanan pada partisipasi anggota dalam
berbagai kegiatan kelompok sebagai ukuran modal sosial. Semakin besar jumlah
anggota suatu perkumpulan atau asosiasi semakin baik modal sosial dalam
komunitas tersebut. Modal sosial yang besar akan memberi dampak positif
terhadap kesejahteraan komunitas. Pandangan ini melihat bahwa modal sosial mempunyai
kontribusi yang cukup penting melepaskan anggota komunitas dari kemiskinan
(Woolcock 2000).
Namun perlu
diperhatikan sisi negatif modal sosial. Modal sosial tidak selamanya
menguntungkan tapi dapat merugikan orang yang bukan kelompok. Misalnya, modal
sosial yang terbentuk di kalangan kriminal atau kelompok preman dapat dianggap
sebagai modal sosial yang merugikan (perverse social capital) yang
menghambat pembangunan (Woolcock 2000). Kehadiran kelompok kriminal yang
berlebihan dapat membuat para investor atau pengusaha merasa tidak aman
sehingga mereka mencari tempat yang lebih baik bagi investasi. Kejahatan yang
terorganisir selain menyebabkan korban jiwa, dapat pula menciptakan situasi
yang tidak menentu bagi pengusaha. Dengan kata lain modal sosial negatif
menciptakan biaya yang lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh sehingga
para investor menghindari lokasi tersebut.
Pengalaman
beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa walaupun wilayah tertentu
mempunyai tingkat solidaritas sosial yang tinggi dan mempunyai kelompok
informal yang kuat namun tidak mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi. Ada
beberapa komunitas gagal berkembang secara ekonomi karena tidak mempunyai
hubungan dengan sumber-sumber lain di luar komunitasnya. Hal ini sering terjadi
dengan negara-negara di Afrika dan Asia yang masih terisolir.
Muncul juga
kasus penduduk asli terisolir dari dunia luar dan memiliki solidaritas sosial
yang tinggi namun mereka tetap terbelakang secara ekonomi karena tidak
mempunyai sumber daya ekonomi yang cukup dan tidak mempunyai akses terhadap
kekuasaan yang memungkinkan mereka mempengaruhi keputusan politik demi
perbaikan nasib mereka. Hal ini dapat kita temui di beberapa wilayah Indonesia
Timur, terutama Papua yang masih terisolir karena infrastruktur transportasi
yang masih minim. Dalam era otonomi sering putra daerah minta diistimewakan.
Jika ini berlangsung terus menerus mereka akan mengalami isolasi sosial yang
menghambat perkembangan mereka sendiri.
C. Pandangan
Jaringan
Pandangan
modal sosial yang kedua lebih menekankan pada asosiasi atau hubungan vertikal
dan horisontal antar masyarakat dan antar kelompok-kelompok dalam komunitas dan
perusahan. Pandangan ini melihat bahwa ikatan dalam kelompok yang kuat
memungkinkan anggota komunitas mempunyai kesadaran tentang identitas kelompok
dan tumbuh rasa kebersamaan untuk mengejar tujuan bersama. Namun pada saat yang
sama identitas kelompok yang kuat dapat menumbuhkan sikap sektarian antar
kelompok berdasarkan suku, agama, kelas, jender, dan status sosial ekonomi.
Hubungan sosial yang menekankan pada rasa kebersamaan dalam kelompok disebut
sebagai bonding social capital dan
hubungan sosial yang melewati batas kelompok disebut sebagai bridging social
capital (Woolcock 2000).
D. Pandangan
Institusional
Dalam pandangan institusional terdapat dua institusi, yaitu institusi
nasional dan institusi lokal.
1.
Institusi Nasional.
Pandangan institusi nasional melihat
kekuatan jaringan suatu komunitas terletak pada lingkungan politik, hukum dan
kelembagaan negara (Woolcock 2000). Pandangan komuniterian dan pandangan
jaringan memperlakukan modal sosial sebagai variabel independen yang dapat
berdampak positif maupun negatif terhadap masyarakat. Kebalikan dari dua
pandangan terdahulu, pandangan institusional memperlakukan modal sosial
sebagai variabel dependen. Para penganut pandangan ini percaya bahwa kapasitas
bertindak suatu kelompok sosial untuk mencapai tujuan tertentu tergantung pada
kualitas institusi formal di wilayah masing-masing. Mereka juga percaya bahwa kinerja
suatu negara atau perusahan sangat tergantung pada faktor internal seperti,
koherensi, kredibilitas, dan kompetensi dan keterbukaan mereka terhadap
masyarakat sipil. Pandangan ini memungkinkan pemerintah berperan dalam
mendorong terbentuknya jaringan. Kebijakan kelembagaan dapat memperkuat atau
melemahkan jaringan dalam masyarakat.
Pengalaman
beberapa wilayah menunjukkan hubungan yang erat antara peran pemerintah
mendorong modal sosial yang kuat dalam masyarakat. Desentralisasi di Brazil,
misalnya, menunjukkan bahwa pemerintahan yang bersih (good government) ikut
memperlancar semua program sosial ekonomi masyarakat lokal sehingga berjalan
dengan baik. Selain itu penelitian lain mendapati adanya keterkaitan antara
modal sosial dengan kelembagaan politik, legal,dan ekonomi.
Penelitian
yang dilakukan Knack mengungkapkan bahwa kepercayaan sesama anggota komunitas,
aturan hukum yang jelas, kebebasan masyarakat sipil yang luas, dan kualitas
birokrasi yang baik berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Modal
sosial dalam masyarakat ikut berperan mengurangi kemiskinan dan memperbaiki
tingkat pemerataan pendapatan dalam masyarakat.
Sebaliknya
modal sosial yang rendah dapat mendorong masyarakat mundur secara ekonomi.
Beberapa penelitian menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi rendah terjadi pada
masyarakat yang mengalami fragmentasi etnis yang tinggi dan hak politik yang
rendah (Woolcock 2000). Dalam kondisi seperti ini inisiatif anggota masyarakat
menurun karena ketakutan terhadap sikap anarki kelompok lain. Fragmentasi
sosial seperti ini akan berkurang jika bridging social capital cukup
tinggi. Lebih lanjut pandangan kelembagaan melihat kelemahan di negara
berkembang seperti korupsi, birokrasi yang lamban, pembatasan kebebasan,
kesenjangan ekonomi, dan kegagalan penjaminan hak milik menghambat perbaikan
kesejahteraan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kebebasan dan hak politik harus mendapat jaminan dari
pemerintah. Pemerintah harus menjamin agar mereka yang terlibat dalam proses
pembangunan tidak diteror oleh mereka yang lebih kuat atau oleh negara itu
sendiri.
2. Institusi
Lokal
Institusi
lokal dalam komunitas harus dilihat sebagai suatu sistem yang saling silang
menyilang (cross-cutting affiliation) dan institusi lokal telah menyediakan
jaring pengaman sosial (sosial safety net) ketika komunitas lokal berada dalam
situasi krisis. Kehadiran institusi lokal bukan atas kepentingan
pribadi/individu tetapi atas kepentingan bersama, sehingga institusi lokal lama
kelamaan menduduki pada posisi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan
lokal. Rasa saling percaya warga komunitas lokal yang digalang dan diasah
melalui institusi ini semakin hari semakin didambakan sebagai modal sosial.
Institusi
lokal ternyata mampu menjadi bingkai etika komunitas lokal (Purwo Santoso,
2002: 6). Institusi lokal pada dasarnya adalah regulasi perilaku kolektif, di
mana sandarannya adalah etika sosial, sehingga institusi lokal mampu
menghasilkan kemampuan mengatur diri sendiri dari kacamata normatif.
Kita
pahami bahwa institusi lokal merupakan salah satu modal sosial sehingga
institusi lokal di mana saja keberadaannya tetap mempunyai nilai positif bagi
komunitas yang bersangkutan. Ternyata institusi lokal dijadikan dasar berpijak
masyarakat lokal oleh karenanya modal sosial dapat berkembang dan mengalami
erosi dan melemah serta menguatnya modal sosial pada masyarakat dapat dipotret
melalui institusi lokal.
Potret
Positif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi kepercayaan (trust) yang
meliputi kohesi sosial, empati, transparansi, militant yang kesemuanya itu akan
berdampak pada memunculkan kontrol sosial baru, revitalisasi modal sosial baru,
perlu membangun kerjasama dengan pihak luar, demokrasi dan desentralisasi.
Norma harus diwujudkan dalam bentuk kesetaraan dan kemitraan sehingga tidak
muncul perbedaan perlakuan antarwarga, dalam alokasi ini akan muncul kendala
kebudayaan luar dan primordialisme sehingga perlu dipersiapkan jawaban kedepan
guna membenteng tantangan yang akan muncul.
Potret
Negatif modal sosial dapat digambarkan dalam formulasi melemahnya modal sosial
sehingga modal sosial mengalami erosi dalam bentuk: interaksi sosial, ditandai
dengan pelanggaran norma, krisis kepemimpinan dan kerenggangan hubungan sosial.
Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya kontrol sosial, sentimen kelompok,
meningkatnya semangat individualisme dan merebahnya nilai budaya material. Bila
kondisi ini dibiarkan maka akan berakibat pada pembangkangan, konflik dan
perilaku menyimpang. Komunitas, muncul sikap baru dari komunitas dalam bentuk
apatis, pragmatis, pengingkaran dan budaya potong kompas (menerobos). Sikap ini
muncul karena disebabkan oleh tidak ada kepercayaan, egoisme, menghalalkan
segala cara dan pelayanan birokrasi yang rendah. Jika kondisi ini tidak segera
diantisipasi, maka yang muncul adalah stagnan (kemandegan), menurunkan
partisipasi, pelanggaran nilai sosial dan dimungkinkan terjadi KKN.
Apabila
erosi modal sosial dalam interaksi sosial dan komunitas benar-benar terjadi,
maka institusi lokal akan kehilangan sosial trust yang ditandai dengan rasa
kecurigaan, rasa tidak aman, menurunnya rasa kebersamaan, pembangkangan, dan
akan menyebabkan rendahnya keterbukaan sehingga intensitas komunikasi rendah,
tingginya manipulasi publik dan dampak yang paling parah adalah disintegrasi
sosial.
E. Pandangan
Sinergi
Pandangan
sinergi adalah gabungan dari pandangan jaringan dan pandangan institusional.
Pandangan ini mencoba melihat aliansi dan hubungan yang terjadi antara
birokrasi negara dan berbagai aktor dalam masyarakat sipil (Woolcock 2000).
Pandangan sinergi banyak dipratekan di negara berkembang. Aliran atau pandangan
sinergi melihat bahwa negara dan masyarakat dapat bekerja sama sehingga sama
sama mendapat untung dari kerjasama tersebut. Memang masih ada persepsi bahwa
negara bisa berperan dengan kerjasama yang minim dengan masyarakat. Pandangan
ini lebih sering kita temui di negara totaliter. Pemahaman yang benar adalah
negara, dunia usaha dan komunitas saling melengkapi dan dapat membangun
kerjasama sinergis baik dalam sektor yang sama maupun sektor yang berbeda.
Tidak semua kerjasama berakibat positif oleh karena itu jangan mengabaikan
dampak negatif dari kerja sama tersebut.
Memang peran
negara sangat penting mengkoordinasi berbagai sektor dalam masyarakat yang
berbeda untuk mencapai hasil pembangunan yang maksimal. Hal ini memang demikian
karena negara selain berperan menyediakan barang publik dan mempunyai kekuasaan
memaksa aturan formal, juga berperan sebagai aktor yang memfasilitasi aliansi
antar kelompok sosial dalam wilayah bersangkutan.
Negara dapat
menjadi fasilitator yang baik karena tidak mengenal batas kelas, etnisitas,
ras, jender, politik dan agama. Idealnya, negara dapat berdiri di atas
kepentingan semua pihak tanpa membedakan kelompok. Walaupun demikian kita tidak
bisa menutup mata bahwa pada saat tertentu negara dipengaruhi oleh kelompok
tertentu demi kepentingan sesaat. Memang negara berperan menjaga sinergi antar
kelompok sosial namun sebaliknya komunitas dan dunia usaha dapat menciptakan
kondisi bagi terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) (Woolcock
2000).
Ada juga
sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil yang didasarkan pada prinsip
saling melengkapi (complementarity) dan prinsip mengakar (embeddedness)
(Evans 1996). Prinsip saling melengkapi yang dimaksud adalah hubungan yang
saling mendukung antara aktor publik dan aktor swasta. Hubungan seperti ini
dicantumkan dalam aturan legal dalam rangka melindungi hak asosiasi, misalnya,
Himpunan Pengusaha lokal. Perlindungan hak memungkinkan terjadinya hubungan
antara asosiasi komunitas dengan kelompok bisnis. Prinsip mengakar yang
dimaksud mencakup sifat dan bentuk hubungan yang mempertautkan masyarakat
dengan aparat publik. Misalnya, dalam hal irigasi pemerintah dapat mengangkat
orang lokal menjadi pegawai yang mengawasi irigasi di daerahnya daripada
menempatkan pegawai dari luar daerah yang tidak berpotensi memicu konflik.
Pegawai lokal secara sosial sudah mengakar sehingga memudahkan komunikasi
dengan sesama anggota komunitas.
Kesimpulan
Bagian ini
mengetengahkan 4 pandangan atau perspektif modal sosial yaitu: pandangan
komunitarian, pandangan jaringan, pandangan institusi dan pandangan
kelembagaan. Pandangan komunitarian dalam pembahasan cenderung melihat modal
sosial yang sama status dengan organisasi sosial biasa seperti perkumpulan,
asosiasi, dan kelompok masyarakat sipil. Pandangan jaringan lebih memberi
perhatian pada asosiasi atau hubungan vertikal dan horisontal antar masyarakat
dan antar kelompok dalam komunitas dan perusahaan. Pandangan institusi melihat
kekuatan jaringan suatu komunitas terletak pada lingkungan politik, hukum dan
kelembagaan. Pandangan ini mencoba melihat aliansi dan hubungan yang terjadi
antara birokrasi negara dan berbagai aktor dalam masyarakat sipil.
Tag :
MAKALAH IPS
0 Komentar untuk "CONTOH MAKALAH TENTANG PERSPEKTIF SOSIAL"