BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak dicanangnya
Repelita (Rancana Penbangunan Lima Tahun) yang dimulai tahun 1974-1999
pandidikan menjadi prioritas disamping ekonomi. Target utama pembangunan
pendidikan dimassa ini adalah pendidikan dasar Sembilan tahun, dalam waktu 15
tahun terjadai perbaikan kualitas, akses dan relepansi pendidikan yang mengarah penningkatan SDM Indonesia
Pada awal orde baru
hingga awal pelita keVI sector pendidikan mengalami perkembangan yang cukup
baik secara kuantitatif strategi
pendidikan nasional yang dicanagkan pada
akhir pelita ke II terdiri dari 4 butir yaitu:1. Peningkatan kualitas
pendidikan, 2. Pemertataan Kesempatan memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi
pendidikan dan 4. Efesiensi pendidikan
(Ali. M, 2009)
Selain pendekatan teori human capital ada dua pendekatan
lain yaitu teori fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang
dipelopori oleh Burton Clark (dalam Suharsaputra, 2007), menekankan pada
preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia, dimana
dalam upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat menonjol
sehingga diperlukan pengembangan sistem pendidikan dan pemilihan
program-program pendidikan disamping perlunya upaya perluasan pendidikan
yang lebih merata dalam konteks interaksi antara lembaga pendidikan dengan
lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk perkembangan teknologi yang
terjadi dengan cepat.
Sementara itu pendekatan teori
empirisme (Suharsaputra, 2007) menekankan pada perlunya diagnosis terhadap
masalah pemerataan pendidikan dengan mengkombinasikan antara metodologi dan
substansi (Methodological empiricism). Menurut pemahaman teori ini terjadinya
ketidakmerataan kesempatan pendidikan merupakan hasil dari perselisihan antara
kelas-kelas sosial yang berbeda kepentingan, kelas-kelas sosial yang dianggap
elit lebih suka mempertahankan status quo, sementara kelas-kelas populis terus
berjuang guna mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan.
Dari ketiga
pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi dalam melihat masalah pendidikan dimasyarakat, namun satu
hal yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan pentingnya pendidikan bagi
kehidupan manusia yang berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan pendidikan
baik itu sebagai modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber
daya manusia, maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus
menerus beninteraksi dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun
lingkungan teknologis. Semua implikasi ini memerlukan perhatian yang
sungguh-sungguh dari pembuat kebijakan guna menciptakan situasi yang kondusif
bagi warga masyarakat berpartisipasi lebih aktif dan bertanggungjawab dalam
dimensi pendidikan yang lebih luas.
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian,
terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin
tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa,
seiring juga dengan berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan
education for all.
Sejak tahun
1984, pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan pemerataan
pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan wajib belajar pendidikan sembilan
tahun mulai tahun 1994. Upaya-upaya ini nampaknya lebih mengacu pada perluasan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Agaknya pelaksanaan wajib belajar negeri ini adalah
slogan yang selalu didengung-dengungkan. Padahal, dalam kenyataannya,
pelaksanaan wajib belajar dihalang-halangi, karena untuk masuk sekolah dasar
pun kini harus membayar mahal sehingga masyarakat miskin tidak mungkin dapat
membayarnya. Maka terjadilah hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila
semua pihak, terutama guru dan kepala-kepala sekolah, menghayati tujuan wajib
belajar itu. Bagi masyarakat dan orangtua yang kaya, anaknya akan dapat
bersekolah di sekolah negeri, sedangkan yang miskin akan gagal dan tidak
bersekolah
Untuk masuk ke sekolah swasta, masyarakat miskin tidak
mungkin mampu membayarnya. Akibatnya, banyak anak bangsa yang tidak akan
memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan. Sungguh satu hal yang ironis.
Sebab, pada negara yang lebih 60 tahun usianya ini, banyak anak bangsanya akan
menjadi buta huruf karena dililit kemiskinan dan negeri ini akan terpuruk
karena kualitas sumber daya manusianya tidak mampu bersaing dengan
Negara–negara yang lain. (Ali,2009)
B.
Rumusan Masalah
Pada makalah ini yang berjudul Aplikasi Teknologi Pendidikan
Dalam Pemerataan Pendidikan, terdapat
sebuah permasalahan yaitu :
1. Bagaimana aplikasi Teknologi
Pendidikan dalam Pemerata Pendidikan?
2. Bagaimana Peran dari PLS dalam
membantu pemerataan Pendidikan di Masyarakat ?
C.
Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui secara lebih
mendalam mengenai:
1. Aplikasi Teknologi Pendidikan
dalam Pemeratan Pendidikan.
2. Peran dari PLS dalam membantu
pemerataan Pendidikan
Tag :
MAKALAH
0 Komentar untuk "MAKALAH APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN"