BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Betapa
pentingnya kebudayaan dalam suatu daerah terhadap pendidikan di suatu negara.
Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan merupakan identitas yang dimiliki suatu
daerah atas keunikan yang khas dengan berbagai macam warna. Kebudayaan
merupakan aset yang dimiliki suatu negara dari berbagai macam suku dan adat
istiadat seperti yang dimiliki negara Indonesia. Begitu banyaknya kebudayaan
yang dimiliki sehingga kita sebagai warga negara yang baik harus menjaga dan
merawatnya supaya kebudayaan itu tidak diambil oleh negara lain. Untuk menjaga
dan merawat kebudayaan tersebut banyak hal yang dapat kita lakukan seperti
belajar kesenian, mengenal adat istiadat suatu daerah, memperkenalkan kebudayaan
ke daerah lain dan kepada generasi masa depan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
teori-teori kebudayaan?
2. Bagaimana
pendidikan kebudayaan di Indonesia?
3. Bagaimana
implikasi teori kebudayaan terhadap pendidikan di Indonesia?
C.
TUJUAN
MASALAH
1. Menjelaskan
teori-teori kebudayaan.
2. Menjelaskan
pendidikan kebudayaan di Indonesia.
3. Menjelaskan
implikasi teori kebudayaan terhadap pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori-teori
Kebudayaaan
Menurut ilmu antropologi,
“kebudayaan” adalah : keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal ini berarti
hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan” karena semua tindakan
manusia dalam kehidupan masyarakat perlu dibiasakan dengan belajar. Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota
masyarakat. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan
yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan
teori kebudayaan itu merupakan usaha
untuk mengonsepkan makna data untuk memahami hubungan antara data yang didapat dengan
manusia dan kelompok manusia yang mewujudkan data tersebut. Teori kebudayaan
dapat digunakan untuk keperluan praktis, memperlancar pembangunan masyarakat,
membangun manusia yang beradab melalui pengajaran-pengajaran nilai-nilai
budaya, pengkajian dan pembelajaran akan artefak seperti naskah karya sastra,
dan sebagainya. Pentingnya teori budaya adalah membawa dari modernitas (untuk
yang pro-pascamodernitas atau postmodernitas) ke era masa yang dianggap mampu
menyelamatkan kehidupan manusia, sehingga manusia merasa mengalami masa reborn
atau terlahir kembali.
a.
Teori
evolusi kebudayaan L.H Mogan
Lewis H.
Mogan (1818-1881) mula-mula adalah sorang ahli hukum yang lama tinggal di suku
indian Iroquois di daerah ulu sungai St. Lawrence dan di sebelah selatan
sungai-sungai Ontario dan Erie (New York) sebagai pengaca orang-orang Indian
dalam soal-soal mengeni tanah. Dengan demikian ia mendapat pengetahunan tentang
kebudayan orang-orang Indian. Karangan-karangan nya tentang seorang Iroquis
tyerutama terpusat kepada soal-soal susunan kemasyarakatan dan sistem kekerabatan, dan dalam hal ini Mogan telah menyumbangkan yang
terbesar kepada ilmu antropologi pada umumnya. Dalam memperhatikan sistem
kekerabatan itu, Mogan mendapatkan cara untuk mengupas sistem kekerabatan dari
semua suku bangsa di dunia yang jumlahnya beri-ribu itu, yang masing-masing
sangat berbeda bentuknya. Didasarkan gejala kesejajaran yang seringkali ada di
antara sistem istilah kekerabatan (system of kinshipterminilogi) dan
kekerabatan (kiship system).
Menunjukan banyak banyak individu,
yaitu Ayah, semua keluaga ayah, dan dan semua keluaga ibu. Menunjukan seorang
individu saja yaitu ayah. Bahwa ayah dan saudara ayah dalam sistem Iroquis itu
disebut dengan satu istilah disebabkan karena sikap orang, dan juga mungkin
hak-hak dan kewajiban orang tehadap ayah itu sama. Sebaliknya bahwa ayah dan
saudara ayah disebut dengan sebutan yang berlainan, disebabkan karena sikap,
hak-hak dan kewajiban terhadap ayah dan saudara pria itu berbeda pula. Karena
hasilnya rupa-rupanya memuaskan, maka Morgan menyabarkan angket itu di luar
Amerika Serikat pada berbagai suku bangsa lain di dunia melalui lembaga Smithsonian Institute, antara
lain karena ia mempunyai hubungan dan pengaruh yang luas, dan ia berhasil mengumpulkan seratus tiga
pulu sembilan istilah kekerabatan yang berasal dari seluruh dunia.
Menurut
Morgan, masyarakat dari semua bangsa di dunia sudah tapi menyelesaikan proses
evolusi melalui delapan tingkat evolusi sebagai berikut :
- Zaman Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai menemukan api, dalam zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari akar-akar dan tumbuhan-tumbuha liar.
- Zaman Liar Madia, yaitu zaman sejak menemukan api, sampai ia menemukan senjata busur panah, dalam zaman ini manusia mulai merobah hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai-sungai atau menjadi pemburu.
- Zaman Liar Muda, yaitu zaman sejak manusia mengenal busur panah, mendapat kepandaian membuat barang-barang tembikar , padan zaman ini mata pencarian nya masih pemburu.
- Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar sampai ia mulai berternak atau bercocok tanam.
- Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia berternak dan bercocok tanam sampai ia pandai membuat benda-benda dari logam.
- Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam, sampai ia mengenal tulisan.
- Zaman peradapan purba.
- Zaman Peradapan Masakini.
Teori Morgan dapat
acaman yang sangat keras dari para ahli Antropologi dari negara Inggris dan Amerika Serikat pada awal
abd ke-20 ini, dan walaupun demikian ia seorang warga Amerika yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas
mengenai kehidupan masyarakat dan kebudayaan Indian penduduk pribumi Amerika,
ia tidak dianggap sebagai pendekar ilmu Antropologi Amerika. Teori Morgan
menjadi terkenal dikalangan cendikiawan komunis berkat F. Engels, yang sebagai
pengarang yang bergaya lancar, telah befungsi membuat populer gagasan-gagasan
Marx yang sering terlalu ilmiah sifatnya itu.
b.
Teori Evolusi Religi E.B. Tylor
Edward B. Tylor (1832-2927) adalah orang Inggris yang mula-mula
mendapatkan pendidikan dalam kesusateraan san nperdapan yunani dan rum klasik,
dan baru kemudian tertarik dengan ilmu arkeologi. Sebagai orang yang dianggap
memiliki kemahiran ilmu arkeologi, dalam tahun 1856 ia turut dengan suatu exspedisi,
Inggris untuk menggali benda-benda arkeologi di mexiko.dari karangan-karangan
itu, terutam dari yang tebalnya dua jilid berjudul Resekches into the Early
History of Mankind (1871), tampak pendirianya cara penganut cara berfikir
Evolusionisme. Menurut uraian sendiri, seorang ahli antropologi bertujuan
mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan beraneka ragam di dunia, mencari
unsur-unsur yang sama dalam kebudayaan itu, dan kemudian mengklaskannya
berdasar unsur-unsur persaman itu sedemikian rupa, kemudian nampak seajarah
evolusi kebudayaan manusia itu dari satu tinggkat ke tingkat yang lain.
Asal mula religi
adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan faham jiwa itu di
sebabkan karena dua hal, yaitu :
1.
Perbedaan yang tampak terhadap manusia antara hal-hal
yang hidup dan hal-hal yang mati. Artinya hidup, suatu organismae pda satu saat
bergerak-gerak, artinya hidup, tetapi tidak lama kemudian organisme itu tidak
bergerak lagi. Artinya mati. Maka manusia sadar akan kekuatan yang menyababkan
gerak itu, yaitu jiwa.
2.
Perisiwa Mimpi. Dalam mimpi manusia melihat dirinya
berada di tempat-tempat lain (bukan ditempat ia sedang tidur). Maka manusia
mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada ditempat tidur, dan suatu
yang lain pada dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian lain itulah.
Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa
tetap hidup langsung, lepas dari jasmaninya.Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa
yang merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut soul, atau jiwa lagi, tetapi
diserbut spirit9makluk alus atau roh). Dengan demikian piukiran manusia telah
mentranformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada
mahluk-mahluk hulus. Pada tingkat tertua dalam evolusi religi, manusia percaya
bahwa makluk-makluk halus itu yang
menempati alam sekeliling tempat tinggalnya.
c. Teori
J.G. Frazer mengenai ilmu Gaib dan Religi
J.G. Frazer (1854-1941) adalah ahli fulklor Inggris yang juga banyak
meggunakan bahan etnokrafi dalam
karya-karyanya, dan yang karena itu dapat kita anggap juga salah seorang
tokohilmu antropologi. Diantara karangannya mengenai fulklor yang tidak
terbilang banyaknya ada dua buah yang penting, yang mengandung asal mula dan
evoludi ilmu gaib dan religi. Yaitu totemism and Exsogami (1910) uang
terdiri dari empat jilid, dan karya rasa yang berjudul The Golden Bough 1911-1913),
yang terdiri dari dua belas bab.
Teori Frazer mengenai asal-mula
limu gaib dan religi itu dapat diringkas sebagai berikut : manusia memecahkan
soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan
sistem pengetahuan itu ada batasnya. Soal-soal hidap yang tidak dapat di
pecahkan dengan akal dipecahkannya dengan magic, alam gaib.
Menurut Frazer, magic adalah semua
tindakan manusia (abstensi dari tindakan ) untuk mencapai suatu maksud melalui
kekuatan yang ada di dalam alam, serta seluruh komplek anggapan yang ada di
belakang nya. Mencari hubungan dengan makluk-makluk halus itu timbulah religi.
Ilmu gaib ialah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk
mencapai suatu maksut dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan
kaidah –kaidah gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya religi adalah segala
sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyadarkan diri kepada kemuan
dan kekuasan kepada makluk halus seperti roh-roh, dewa-dewa sebagainya, yang
menempati alam.
B.
Implikasi Kebudayaan Terhadap
Pendidikan
Budaya
dicapai manusia melalui proses yang panjang, melalui pendidikan, melalui
sosialisasi sehingga diperoleh internalisasi nilai yang menjadikan sesuatu
nilai itu menjadi satu dengan dirinya, menjadi miliknya yang diaktualisasikan
secara spontan dalam kehidupan nyata.
Pendidikan
pada dasarnya adalah proses budaya (Djohar, 1998:1). Pendidikan secara praktis
tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Transfer nilai-nilai budaya dimiliki paling
efektif adalah melalui proses pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena
saling melengkapi dan mendukung antara satru sama lainnya.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan Negara. Pendidikan juga
suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah
dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses
pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan
karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya,
melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian
mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang
lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Pendidikan
adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik
berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak
terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah
budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan
peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka
mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang
“asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih
mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Budaya,
yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di
lingkungan terdekat berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional
bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila peserta
didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik
budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa.
Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan
bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan. Kecenderungan
itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang
dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan. Oleh karena itu kebudayaan
suatu bangsa wajib dipertahankan dan dikembangkan, sebab berfungsi sebagai
filter (counter culture) dan motor
penggerak dalam meningkatkan kreatifitas yang tinggi, ketahanan jati diri, dan
kelangsungan hidup suatu bangsa.
Pendidikan
dipandang sebagai proses melaksanakan acculturation
and culturation, artinya pendidikan adalah sebagai sarana pengembangan
budaya, ekonomi, teknologi dan pengetahuan sekaligus pula pendidikan harus
dapat mengembangkan sikap hidup, cara bekerja yang tercermin dalam sistem
kemasyarakatan sehingga mampu menghadapi perkembangan yang ada tanpa membawa
akibat destruktif terhadap identitas bangsa sebagai subjek budaya. Dalam
masyarakat modern proses pendidikan tersebut didasarkan pada program pendidikan
secara formal yaitu melalui pendidikan di sekolah. Melalui sekolah,
siswa belajar berbagai macam hal
yang nantinya menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif
sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan
baru.
Salah
satu peran kebudayaan dalam pendidikan di sekolah adalah membentuk kepribadian.
Daftar Pustaka
Djohar.
2006. Pengembangan Pendidikan Nasional
Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: CV. Grafika Indah.
Tag :
Makalah Antropologi
0 Komentar untuk "Makalah Implikasi Teori Kebudayaan Terhadap Pendidikan "