Blog Dunia Pendidikan

TEORI MOTIVASI BELAJAR DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

TEORI MOTIVASI BELAJAR DAPAT MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR

Ada juga teori yang menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata motif yang artinya dorongan atau kehendak. Jadi yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar seseorang itu berbuat/bertindak dengan perkataan lain bertingkah laku. karena tingkah aku tersebut dilatar belakangi aleh adanya motif maka disebut "tingkah laku bermotivasi".
Tingkah laku bermotivasi dapat dirumuskan sebagai : "tingkah laku yang dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan pada pencapaian suatu tujuan agar dengan demikian suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan". Dalam perumusan tersebut kita li­hat beberapa unsur pada tingkah laku yang membentuk suatu lingkaran yang disebut lingkaran motifasi (motivational cycle) yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Kebutuhan :
Pada manusia terdapat bermacam-macam kebutuhan yang muncul pada setiap saat. Kebutuhan-kebutuhan yang pertama­-tama harus dipenuhi adalah kebutuhan-kebutuhan akan makanan dan oksigen, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang bila tidak dipenuhi akan menyebabkan manusia itu tidak dapat mempertahankan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan seperti ini disebut kebutuhan-­kebutuhan dasar atau kebutuhan-kebutuhan primer atau ke­butuhan-kebutuhan fisiologis.
Akan tetapi manusia tidak mungkin hidup secara wajar, sejahtera, sehat. dan berbahagia apabila kebutuhan-kebutuhan primer saja yang dipenuhi. Manusia membutuhkan sesuatu yang lain, yaitu yang dapat memberinya perasaan sejahtera dan ba­hagia, seperti kebutuhan akan pujian, kasih sayang, keleluasaan bertindak, perasaan aman dan bebas, dan sebagainya. Kebutuhan-­kebutuhan yang terakhir ini bersifat psikis dan para ahli menamakannya kebutuhan sekundcr atau kebutuhan psikologis.
Ralph Linton mengemukakan beberapa kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi sebagai kebutuhan yang penting agar sese­orang bisa hidup sejahtera tanpa hambatan-hambatan dalam perkembangan intelek, emosi maupun cara-cara penyesuaian diri. Kebutuhan-kebutuhan dimaksud adalah :
1.       Respons erriosionil, misalnya pujian, perhatian, kasih sayang.
2.       Perasaan aman, sehingga tidak merasa ada tekanan atau kekangan dalam menampilkan diri atau menunjukkan ide atau pendapat.
3.       Pengalaman atau hal baru, yang memberi kesempatan untuk mengetahui, mengalami atau mempelajari sesuatu yang baru. Keinginan belajar, mendengarkan radio, membaca koran, tidak lain adalah manifestasi dari kebutuhan jenis ini.
Di samping pembagian kebutuhan menurut Ralph Linton seperti tersebut di atas, masih banyak sistim penggolongan ke­butuhan yang dilakukan oleh para ahli lainnya. Memang untuk mendapatkan suatu sistim pembagian kebutuhan yang menyeluruh, yang berlaku umum, sangat sukar, karena jenis-jenis kebutuhan itu adalah demikian banyaknya dan bersifat pribadi (tergantung sekali pada keadaan masing-masing individu). Sekalipun demikian, beberapa sistim penggolongan kebutuhan, khususnya yang me­nerangkan macam-macam kebutuhan pada anak, akan diberikan di sini untuk memberikan sekedar gambaran mengenai sangat bervariasinya kebutuhan-kebutuhan yang ada, dan dalam keadaan demikian usaha para ahli untuk menggolong-golongkan kebutuhan sering "overlapping" satu dengan lainnya (satu kebutuhan yang sama diberi nama yang berbeda oleh ahli yang berbeda).
A.H. Maslow mengemukakan, kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar perkembangan anak dapat berlangsung dengan baik, adalah :
1.       Kebutuhan fisiologis.
2.       Kebutuhan akan perasaan aman ("safety").
3.       Kebutuhan akan cinta-kasih dan kebutuhan rnemiliki atau dimiliki ("love and belonging").
4.       Kebutuhan untuk mengetahui dan mengartikan sesuatu ("desire to know and to Understand").
5.       Kebutuhan akan penghargaan ("esteem").
6.       Kebutuhan akan kebebasan bcrtingkah laku tanpa hambatan-­hambatan dari luar ("self actualization").
Sarjana lainnya, L.J. Cronbach, mengemukakan macam-­macam kebutuhan sebagai berikut :
1.       Kebutuhan akan afeksi, di mana seseorang ingin memperoleh respons atau perlakuan hangat dari orang lain misalnya dari orang tua, guru, atasan, dan lain-lain.
2.       Kebutulran untuk diterirna di lingkungan kawan-kawan yang sebaya, atau dalam kelompoknya, selingga ia tidak merasa tersisihkan atau terkucil dari lingkungannya.
3.       Kebutuhan untuk diterima oleh tokoh-tokoh otoriter, dalam arti dimengerti pendapat-pendapatnya, kemampuan-kemam­puannya maupun prestasi-prestasinya.
4.       Kebutuhan akan rasa bebas dan tidak terkekang dalam bertingkah laku, sejauh tidak bertentangan dengan norma-­norma yang berlaku.
5.       Kebutuhan akan harga diri, yang menumbuhkan kepercayaan diri.
Pertanyaan yang sering timbul adalah : Apakah kebutuhan kasih sayang, pujian dan lain-lain yang tergolong kebutuhan psikologis sudah ada pada anak-anak, sedangkan mereka belum mampu menangkap pengertian-pengertian ? Para ahli banyak mem­bahas tentang hal ini dan kesimpulan yang didapat adalah bahwa pada anak-anak memang lebih dititik-beratkan tindakan atau perlakuan yang didapat dari orang lain, daripada ucapan­-ucapan yang mengandung pengertian-pengertian tertentu. Seorang anak sudah mampu membedakan mana perlakuan yang disertai kasih sayang, dan mana yang sebaliknya.
Sebagai aspek kedua dari lingkaran motifasi ialah tingkah laku yang. dipergunakan sebagai alat atau cara agar supaya tujuan dapat tercapai. C. T. Morgan menyebutkan aspek ini dengan istilah instrumental behaviour.
Tingkah laku ini apakah sesuai atau tidak sesuai, baik atau tidak baik, melanggar atau tidak melanggar norma, semuanya disebut tingkah laku. Jadi berbeda dengan pengertian sehari-hari tingkah laku yang dimaksud di sini meliputi dari kelakuan yang baik sampai kelakuan yang tidak baik. Misalnya, seorang anak yang ingin sekali diberi uang oleh ibunya ia bisa bertingkah laku merengek-rengek, berguling-guling di tanah, mengancam atau merusak barang-barang.
Beberapa bentuk tingkah laku instrumental menurut Morgan adalah :
  1. Aktivitas. Ialah gerakan-gerakan yang timbul menyertai adanya kebutuhan. Misalnya gerakan-gerakan yang diperlihat­kan bayi ketika ia lapar, atau gerakan-gerakan gelisah pada seorang yang sedang berusaha memecahkan persoalan.
  2. Gerakan-gerakan naluriah. Suatu gerakan yang dapat dilaku­kan tanpa dipelajari terlebih dahulu. Gerakan-gerakan inilah yang memungkinkan seorang bayi dapat melangsungkan hidupnya. Misalnya, gerakan pada bayi yang tengah menetek pada ibunya.
  3. Refleks. Suatu gerakan yang diperlihatkan seseorang untuk mempertahankan atau melindungi tubuh dari kemungkin­an-kemungkinan cacat, cedera, luka, dan lain-lain. Biasanya gerak refleks terjadi secara cepat sekali. Misalnya refleks pada mata agar tidak rusak kalau tiba-tiba ada cahaya yang intensitasnya kuat, atau benda asing yang mungkin merusak mata.
  4. Belajar secara instrumental. Yaitu mempelajari sesuatu yang terjadi tanpa sengaja. Misalnya, seorang anak mengatakan "pusing" ketika sedang membuat soal-soal berhitung yang sulit. Karena anak mengatakan "pusing", maka gurunya mengizinkannya pulang untuk beristirahat. Kalau ini terjadi berulang-ulang, anak lama-lama akan 'paham' bahwa untuk menghindarkan diri dari soal-soal hitungan sulit ia cukup mengatakan "pusing kepala". Jadi "pusing kepala" diper­gunakan sebagai alat sehingga keinginannya menghindari tugas yang tidak menyenangkan tercapai.
Kalau di atas kita membicarakan tentang tingkah laku, maka ada hal lain yang juga penting untuk diperhatikan yaitu bagaimana sampai seorang bertingkah laku. Untuk sampai kepada suatu tingkah laku, maka seseorang akan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1.       Adanya atau timbulnya motif.
2.       Pertarungan antara motif-motif bilamana pada suatu saat terdapat beberapa motif yang muncul secara serempak.
3.       Mengambil putusan atau menentukan pilihan motif.
4.       Mewujudkan tingkah laku bermotifasi.
Dalam hubungan ini maka perlu diperhatikan tahap kedua, yaitu tahap pertarungan antar motif-motif, karena tahap ini bisa membawa seseorang ke dalam suatu situasi konflik.
Situasi konflik adalah situasi di mana seseorang merasa bimbang atau bingung karena harus memilih antara dua atau beberapa motif yang muncul pada saat yang bersamaan. Kebimbangan itu ditandai pula dengan adanya ketegangan dalam mengambil suatu keputusan atau pilihan. Konflik mempunyai beberapa macam bentuk, yaitu :
1.       Approach-avoidance conflict atau konflik mendekat-menjauh. Konflik ini timbul bilamana pada suatu saat yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu obyek, motif yang satu positif (menyenangkan) yang lain negatif (merugikan, tidak menyenangkan). Karena itu ada kebim­bangan, apakah akan mendekati atau menjauhi obyek itu. Contoh : Seorang ingin naik kuda karena menyenangkan (motif positif), tetapi ia takut jatuh (motif negatif).
Konflik dapat dikenali karena beberapa ciri yang umum sifatnya. Ciri-ciri daripada konflik adalah :
1.       Terjadi pada setiap orang dengan reaksi-reaksi yang berbeda untuk rangsang yang sama, hal ini tergantung pada faktor-­faktor yang pribadi sifatnya.
2.       Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira sama, sehingga menimbulkan ke­bimbangan dan ketegangan.
3.       Konflik akan segera hilang kalau keputusan telah ditetapkan.
4.       Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi bisa juga berlangsung lama, berhari-­hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Contoh: Konlfik yang berlangsung cepat misalnya dialami pada seseorang ketika mau menyeberang jalan, di mana untuk beberapa saat bingung dalam menentukan apakah akan me­nyeberang atau menanti kendaraan lewat lebih dahulu. Konflik yang berlangsung lama dapat dialami pada seseorang yang ragu-ragu terus dalam menentukan pilihan sebagai pasangan hidupnya.

Tujuan ("goal")
Tujuan dapat berfungsi untuk memotifasikan tingkah laku. Tujuan juga menentukan berapa aktif kita akan bertingkah laku, sebab tingkah laku selain ditentukan oleh motif dasar juga ditentu kan oleh keadaan dari tujuan. Kalau tujuannya menarik, kita akan lebih aktif bertingkah laku. Misalnya, pada suatu saat kita ingin menonton bioskop. Besar atau tidaknya keinginan untuk menonton bioskop itu tergantung dari filmnya, menarik atau tidak. Jadi film berfungsi untuk menentukan berapa aktif tingkah laku kita. Dalam hubungan ini ada aspek lain dari tujuan, yaitu insentif (incentive). Insentif adalah perangsang untuk meningkatkan aktivi­tas. Misalnya supaya aktivitas kerja naik, para karyawan dalam suatu perusahaan diberi tambahan uang ("bonus") sebagai perang­sang.
Seperti kita ketahui tingkah laku manusia itu bersifat ma­jemuk, maka tujuan tingkah laku seringkali tidak hanya satu. Di samping ada tujuan pokok (primary goal) ada pula tujuan lain atau tujuan sekunder ("secondary goal"). Misalnya, seorang anak kecil ingin makan. Untuk mendapatkan makanan ia menangis. Karena menangis, anak digendong ibunya dan diberi makanan. Pada saat ia diberi makan, maka tujuan pokoknya tercapai yaitu mendapat makanan, tetapi pada saat itu pula ia merasakan senang­nya digendong. Pada lain waktu, kalau ia menangis lagi, maka ia tidak saja ingin makan, tetapi juga ingin digendong sambil makan. Jadi sudah timbul tujuan sekunder, yaitu digendong. Contoh lain, seorang masuk restoran, tujuan pokoknya adalah makan. Tujuan sekundernya mungkin adalah mendapatkan kesenangan dengan situasi restoran, mendapat pelayanan di restoran dan sebagainya.
Seperti dalam proses belajar instrumental, tujuan sekunder juga diperoleh melalui suatu proses belajar. Tetapi berbeda dengan proses belajar instrumental, di mana seseorang seakan-akan secara tidak sengaja mempelajari suatu cara untuk memperoleh sesuatu, maka dalam proses terjadinya tujuan sekunder tidak ada persoalan tidak sengaja atau sengaja. Dalam tujuan sekunder, memang tujuan itu sudah ada dalam situasi, dikehendaki atau tidak dikehendaki, disadari atau tidak disadari.
Kalau tujuan sudah tercapai, maka timbul pertanyaan, apakah masih tetap ada dorongan untuk bertingkah laku. Misalnya, se­seorang bekerja keras untuk menjadi kaya. Setelah kaya, ternyata ia terus bekerja keras, padahal sebenarnya sudah tidak perlu lagi. Hal ini mungkin disebabkan karena keinginan-keinginannya me­ningkat (ingin lebih kaya lagi), tetapi mungkin juga disebabkan oleh apa yang dinamakan functional autonomy (otonomi fungsio­nil). Morgan mendefinisikan "otonomi fungsionil" sebagai suatu fungsi atau dorongan yang berlangsung terus tanpa "reinforce­ment" (penambahan tenaga) untuk bertingkah laku terutama yang berhubungan dengan hal-hal yang fisiologis. Hal ini dapat diumpamakan sebuah roda yang diputar dengan tangan dan ke­mudian tangan diangkat ("reinforcement" ditiadakan), roda masih akan tetap berputar sendiri untuk beberapa waktu lamanya. De­mikian pula orang yang bekerja keras di contoh di atas, masih tetapi bekerja keras, walaupun dorongan semula (yaitu untuk menjadi kaya) sudah tidak ada lagi (sudah tercapai).
Iklan 655 x 60
0 Komentar untuk "TEORI MOTIVASI BELAJAR DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR"

Back To Top