BAB I
PRINSIP-PRINSIP FILOSOFIS
A. Hakikat Manusia
Esensialisme mengadakan protes
terhadap progresivisme, namun dalam protes tersebut tidak menolak atau
menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang
dilakukan oleh perenialisme. Ada beberapa aspek dari progresivisme yang secara
prinsipil tidak dapat diterimanya. Mereka berpendapat bahwa betul-betul ada
hal-hal yang esensial dari pengalaman anak yang memiliki nilai esensial dan
perlu dibimbing. Semua manusia dapat mengenal yang esensial tersebut apabila
manusia berpendidikan. Akar filsafat mereka mungkin idealisme, mungkin
realisme, namun kebanyakan mereka tidak menolak epistemologi Dewey.
Esensialisme menyajikan hasil
karya mereka untuk :
a.
Penyajian
kembali materi kurikulum secara tegas.
b.
Membedakan
program-program di sekolah secara esensial.
c.
Mengangkat
kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilangan wibawanya oleh
progresivisme.
Seperti halnya perenialisme,
esensialisme membantu untuk mengembalikan subject
matter ke dalam pusat proses pendidikan, namun tidak mendukung
pandangan perenialisme bahwa subject
matter yang benar adalah "realitas
abadi " yang disajikan dalam bukubuku besar dari peradaban
Barat. Buku-buku besar tersebut dapat digunakan, namun bukan untuk mereka
sendiri, melainkan untuk dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada pada
dewasa ini.
Berbicara tentang perubahan,
esensialisme berpendapat bahwa perubahan merupakan suatu kenyataan yang tidak
dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui evolusi manusia dalam
sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil desakan masyarakat
secara tenis-menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan intelegensi manusia
yang mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandmen cara-cara bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.
B. Hakikat Realitas
Aliran ini memiliki konsepsi bahwa dunia ini dikuasai oleh suatu tata yang
tiada cela, yang mengatur dunia dan lainnya dengan tanpa cela pula. Hal ini
mengandung arti bahwa manusia itu bagaimanapun bentuknya, sifatnya dan kehendaknya
harus menyesuaikan diri dengan tatanan dunia tersebut.
Penjabaran dari konsep tersebut
dapat kita lihat dari pandangan, yaitu menurut realitas dan idealisme. Realisme
yang mendukung esensialisme memiliki pandangan yang sistematis mengenai alam
yang merupakan tempat tinggal manusia, pandangan ini dipengaruhi oleh dua
golongan ilmu pengetahuan, yaitu fisika dan matematika. Berdasarkan fisika dan
ilmu lain yang sejenis, aspek alam ini dapat dipahami berdasarkan adanya
tatanan yang jelas khusus. hal ini mengandung arti bahwa kejadian yang paling
sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam, lalu berkembanglah teori
mekanisme yang mengatakan bahwa dunia ini ada dan terbangun atas dasar sebab
dan akibat, tarikan dan tekanan dari sejenis "mesin" yang sangat
besar. Kemudian, teori mekanisme ini didukung pula oleh ilmu matematika, antara
lain menyatakan bahwa semua gerak ada hubungannya dengan alam ini yang dapat
dijabarkan secara kuantitatif, rumus-rumus dan persamaan yang abstrak. Teori
ini telah dirintis oleh tokoh realist seperti Newton. Ilmu pengetahuan lain
yang mendukung realist ini adalah teori evolusi yang berpandangan bahwa manusia
adalah makhluk hidup yang mengalami perkembangan secara teratur dan berproses
menurut hukum mekanis. Dalam meneruskan kelangsungan hidupnya di dunia, manusia
selalu bertahan untuk hidup layak dan selalu memperjuangkan keberadaannya.
Maka berdasarkan uraian singkat
tadi, realita menurut realisme obyektif harus ditafsirkan berdasarkan
pengertian-pengertian yang mekanistis dan evolusionistis.
Sedangkan idealisme obyektif
memiliki pandangan yang bersifat menyeluruh, boleh dikatakan meliputi segala
sesuatu. Ini berarti bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakekatnya
adalah jiwa Man spirit. Jadi segala sesuatu yang ada ini adalah nyata. Konsep
ini telah diperjelas oleh Hegel, yang mengemukakan bahwa ada sintesa antara
ilmu pengetahuan dengan agama dan menjadi suatu pemahaman yang mempergunakan
landasan spiritual. Setiap tingkat peradaban manusia dikuasai oleh hukum-hukum dan
diikuti oleh tingkat kelanjutan yang dikuasai oleh hukum-hukum sejenis.
Perkembangan peradaban ini merupakan sejarah, dan sejarah ini merupakan
manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi
mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia, dan semua ini adalah nyata
dalam arti spiritual. Oleh karena itu Tuhan adalah merupakan sumber dari gerak,
ekspresi berpikir pun merupakan gerak. Sedangkan gerak yang timbul tidaklah
maju dengan lurus, melainkan yang dapat menimbulkan gerak pula, maka timbullah
tesis, anti tesis dan sintesis. Anti tesis adalah gerak yang bertentangan
dengan tesis, yang akan diikuti oleh sintesis. Sintesis ini merupakan tesis
baru, kemudian terus menimbulkan perulangan proses berdasarkan hukum budi yang
sama. Kesimpulannya adalah segala sesuatuyang ada dan yang akan terjadi itu
berkembang menurut tata tertentu.
C. Hakikat Pengetahuan
Pandangan
mengenai pengetahuan, aliran ini berpijak pada konsep kedua pandangan di atas :
Menurut realisme, manusia dipandang sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum
yang mekanistis dan evolusionistis. Sedangkan idelisme memandang bahwa
pengetahuan ini bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk
refleksi dari Tuhan dan timbul dari hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos.
Makrokosmos menunjuk kepada fakta tunggal manusia. Manusia sebagai individu
merupakan bagian dari alam ini.
Asosianisme,
berasal dari filosof Inggris yang menyatakan bahwa gagasan atau isi jiwa itu
terbentuk dari asosiasi unsur-unsur yang berupa kesan-kesan yang berasal dari
pengamatan. Kesan tersebut dinamakan tanggapan, ibarat atom-atom dari jiwa.
Behaviorisme,
menyederhanakan dari konsep asosianisme. Maka ditetapkan bahwa tingkah laku
merupakan istilah dasar, yang menunjuk kepada hidup mental. Untuk bisa memahami
hidup mental seseorang harus memahami organisme, untuk memahami organisme
berarti harus menginjak lapangan aerologis, maka hal ini tidak dapat dipisahkan
dengan lapangan pengalaman. Selanjutnya, menurut behaviorisme pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari proses penanaman
kondisi. Untuk itu dikembangkan teori sarbon, yaitu suatu penghayatan jiwa
terdiri dari proses yang sederhana, terdiri dari rangsangan dari luar
(stimulus) yang disambut dengan tanggapan tertentu (response). Proses berikutnya
akan terjadi proses kejiwaan, yaitu saling berhubungan antara unsur-unsur di
atas dalam berbagai bentuk dan cara yang disebut asosianisme.
Konekstonisme,
merupakan gerakan ketiga yang mempunyai konsep bersifat meningkatkan pandangan
dari behaviorisme. Menurut aliran ini, manusia dalam hidupnya selalu membentuk
tata jawaban dengan jalan memperkuat atau
memperlemah hubungan antara stimulus (S) dan response (R). Dengan cara ini akan
terjadi gabungangabungan hubungan S-R yang selalu menunjukkan kualitas tinggirendah
atau kuat lemah. Maka untuk itu dikembangkanlah kaidah-kaidah mengenai belajar
dan menahan pengetahuan yang telah menjadi milik seseorang. Dalam hal belajar,
perasaan manusia akan, ikut menentukan berhasil atau tidaknya
belajar bagi seseorang
D. Hakikat Nilai
Aliran
ini menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi dan
hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai- nilai tersebut yang sampai kepada
manusia melalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah
sebagai perantara atau pembawa nilai dari luar ke dalam jiwa anak didik. Maka
anak didik
perlu
dilatih agar mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi.
Pandangan mengenai nilai, menurut
realisme kualitas tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu,
melainkan tergantung dari apa dan bagaimana keadaannya bila dihayati oleh
subyek tertentu, kemudian selanjutnya akan tergantung dari sikap subyek
tersebut. Jadi mengenai baik buruk dan keadaan rnanusia pada umumnya, realisme
bersandarkan atas keturunan dan lingkungan. Perbuatan sesearang adalah hasil
perpaduan antara hubungan pembawaan-pembawaan fisiologis dengan pengaruh dari
lingkungan.
Tag :
MAKALAH PAI
0 Komentar untuk "CONTOH MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN BAB I"