BAB II
URAIAN UMUM APOTEK
2.1. Pengertian Apotek
Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1332 Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993, apotek adalah tempat dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat.
Pekerjaan kefarmasian yang
dimaksud menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan barang, penyimpanan
dan distribusi obat, pengelolaan dan pelayanan obat atas dasar resep dokter,
serta pelayanan informasi dan pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
Sedangkan perbekalan kesehatan
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 adalah semua
peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek.
2.2. Tugas dan Fungsi Apotek
Tugas dan fungsi apotek
menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas Peratutan
Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang apotek adalah sebagai berikut :
1. Tempat pengabdian seorang apoteker yang
telah mengucapkan sumpah
2. Tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian
meliputi pengadaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan
obat atau bahan obat.
3. Tempat menyalurkan perbekalan farmasi
kepada masyarakat secara meluas.
2.3. Persyaratan Apotek
Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002 persyaratan sebuah apotek adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker
atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi
persyaratan, harus telah siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang merupakan milik sendiri atau
milik pihak lain, serta telah siap dengan tenaga kesehatan (asisten apoteker)
dengan tenaga penunjang lainnya.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi
yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3. Apotek
dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lain di luar sediaan farmasi.
2.3.1 Bangunan
Bangunan apotek
sekurang-kurangnya memiliki ruangan
khusus. Ruangan tersebut untuk penyerahan resep atau obat, peracikan obat,
ruang administrasi, kamar kerja apoteker, serta kamar kecil atau WC.
Kelengkapan bangunan suatu apotek meliputi:
1. Sumber air yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
2. Penerangan yang cukup terang sehingga
dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek.
3. Alat pemadam kebakaran yang berfungsi
dengan baik sekurang-kurangnya dua buah, ventilasi dan sanitasi yang baik,
serta memenuhi persyaratan higiene lainnya.
4. Papan nama dengan ukuran panjang 60 cm,
lebar 40 cm dengan tulisan di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, dan
tebal 4 mm
2.3.2 Perlengkapan
Perlengkapan yang harus ada di
apotek adalah sebagai berikut:
1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan,
yaitu timbangan miligram dan gram masing-masing dengan anak timbangan yang
sudah ditera, alat-alat gelas dan termometer, mortir kecil dan besar, serta
perlengkapan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan di
bidang farmasi, terdiri atas botol, lemari, dan rak untuk menyimpan obat,
lemari pendingin, lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika.
3. Wadah pengemas dan pembungkus untuk
penyerahan obat.
4. Alat administrasi yang terdiri dari blanko
pesanan, blanko kartu stok obat, blanko salinan resep, blanko faktur nota
penjualan, buku penjualan, buku penerimaan barang, buku keuangan, buku
pencatatan narkotika dan alat tulis lainnya.
5. Buku standar yang diwajibkan, yaitu
Farmakope Indonesia edisi terbaru dan kumpulan peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan apotek
2.3.3 Tenaga Kesehatan
Sebuah apotek minimal harus
mempunyai seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apabila APA berhalangan
melakukan tugasnya maka APA dapat menunjuk seorang apoteker pendamping. Apabila
APA tidak ada di tempat selama lebih dari 3 bulan maka tugas dan kewajibannya
dapat digantikan oleh apoteker pengganti. Penggantian tersebut harus dilaporkan
kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan setempat.Dalam pelaksanaan pengelolaan
apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (AA).
2.3.3.1 Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1332/SK/X/2002 adalah mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Apotek sebagai Apoteker.
Tugas dan tanggung jawab APA
sebagai kepala apotek meliputi semua bidang farmasi dan non farmasi yaitu :
1. Bertanggungjawab terhadap kelangsungan
hidup apotek yang dipimpinnya
2. Melakukan kegiatan pengembangan dengan
jalan mengikuti kegiatan usaha pengembangan apotek, meningkatkan pelayanan dan
kegiatan dibidang pemasaran.
3. Memberikan pelayanan kefarmasian kepada
masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Memimpin seluruh kegiatan apotek, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan direksi dan peraturan perundangan yang
berlaku.
5. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi
bidang administrasi rumah tangga atau umum, menjaga dan memelihara sarana
apotek, mengusulkan penambahan atau peningkatan saran kebutuhan.
6. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi
seluruh kegiatan administrasi keuangan.
7. Mengusahakan agar apotek yang dipimpin
mendapatkan hasil seoptimal mungkin melalui peningkatan perputaran uang,
pembelian yang sehat, dan menekan biaya yang tidak diperlukan
8. Mengusahakan agar kebijaksanaan dan
strategis perusahaan yang ditetapkan direksi dapat dilaksanakan dengan baik.
9. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
petugas, membina dan memupuk loyalitas petugas terhadap perusahaan dan hal lain
yang bersangkutan dengan petugas.
2.3.3.2 Apoteker Pengganti
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1332/SK/X/2002 Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA
selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan secara
terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai APA
di Apotek lain.
2.3.3.3 Asisten Apoteker
Asisten Aoteker (AA) adalah
mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. AA melakukan
pekerjaan kefarmasian di Apotek dengan pengawasan Apoteker.
Asisten Apoteker tugasnya
meliputi :
1. Memberikan pelayanan terhadap obat-obatan
bebas maupun dengan resep mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat.
2. Mengisi buku defekta untuk membantu bagian
pembelian
3. Mencatat dan membuat laporan keluar
masuknya obat narkotika dan obat keras tertentu.
4. Menyusun resep-resep menurut nomor urut
dan tanggalnya, kemudian disimpan di tempat yang telah ditentukan.
5. Memelihara kebersihan ruang peracikan dan lemari obat.
6. Menyusun obat, mencatat dan memeriksa
keluar masuknya obat dengan menggunakan kartu stok.
2.4 Pengelolaan Apotek
Menurut Kepmenkes RI No.
1332/SK/X/2002 tentang perubahan atas Permenkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993
tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek ditetapkan bahwa
pengelolaan apotek meliputi :
1.
Pembuatan,
pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan
penyerahan obat atau bahan obat.
2.
Pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3.
Pelayanan
informasi mengenai perbekalan farmasi
Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 26/Menkes/Per/1981, pengelolaan apotek meliputi :
1. Bidang pelayanan kefarmasian
2. Bidang material
3. Bidang administrasi dan keuangan
4. Bidang lainnya yang berkaitan dengan tugas
dan fungsi apotek.
2.4.1 Bidang Pelayanan Kefarmasian
Pengelolaan apotek di bidang
pelayanan kefarmasian ini meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
perbekalan kesehatan di bidang farmasi lainnya.
3. Informasi mengenai perbekalan kesehatan di
bidang farmasi.
Apotek yang dikelola oleh
seorang APA wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dokter hewan sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis
di dalam resep. Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat
yang lebih tepat. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep tersebut
terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus
memberitahu kepada dokter penulis resep atau yang merawat pasien, pasien yang
bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut
peraturan perundangan yang berlaku.
Selain dapat melayani obat
dengan resep dokter, apotek pun
diijinkan untuk menjual obat tanpa resep dokter terdiri atas obat bebas, obat bebas
terbatas, dan obat keras yang telah dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek
(DOWA) oleh Menteri Kesehatan RI.
DOWA yaitu daftar obat keras
yang dapat diserahkan tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 919/Menkes/Per/X/1993 kriteria obat keras yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan
pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang
dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau
alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit
yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat
keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
2.4.2 Bidang Material
Pengelolaan apotek di bidang
material meliputi kegiatan :
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi
adalah penyediaan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin, dengan kata lain perbekalan yang tersedia haruslah dari Pedagang
Besar Farmasi (PBF) atau apotek lain.
Apotek berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena sesuatu hal tidak
dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan harus dimusnahkan dengan cara
dibakar atau dengan cara lain yang ditetapkan Direktur Jenderal POM. Pada
pemusnahan tersebut wajib dibuatkan berita acara pemusnahannya.
Pemusnahan dilakukan oleh APA yang
bersangkutan dengan disaksikan oleh seorang karyawan apotek dan
sekurang-kurangnya seorang petugas dari Dinas Kesehatan Tasikmalaya. Berita
Acara Pemusnahan (BAP) harus dibuat setelah pemusnahan dilaksanakan, kemudian
dikirim kepada Dinas Kesehatan Tasikmalaya, Kanwil Departemen Kesehatan Jawa
Barat dan Kepala Pengawasan Obat dan Makanan Jawa Barat.
2. Pengelolaan Bangunan
Bangunan adalah luas ruangan
apotek yang sesuai dengan kebutuhan, meliputi ruang tunggu, ruang peracikan dan
penyerahan, ruang administrasi dan apoteker, ruang pencucian alat dan kamar
mandi. Kelengkapan lainnya yang harus dimiliki adalah sumber air, sumber
penerangan, pemadam kebakaran, ventilasi dan papan nama apotek. Bangunan apotek
harus selalu dijaga kebersihannya.
3. Pengelolaan Perlengkapan Farmasi
Perlengkapan farmasi adalah
alat-alat untuk peracikan, pengemasan, etiket, buku wajib apotek seperti
Farmakope Indonesia edisi terbaru dan kumpulan perundang-undangan, serta
peralatan administrasi lain seperti surat pesanan, kartu stok, salinan resep
dan lain sebagainya.
2.4.3 Bidang Administrasi
Pengelolaan administrasi di
apotek mencakup administrasi pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran,
peracikan, penyerahan dan pemusnahan perbekalan farmasi. Di samping itu, apotek
juga diwajibkan melakukan administrasi secara khusus mengenai penggunaan
obat-obatan golongan narkotika dan psikotropika.
Dalam pengelolaan administrasi
keuangan, arus uang masuk dan keluar harus dikelola secara baik dan terencana.
Pembayaran gaji pegawai, pengeluaran untuk penyediaan obat-obatan serta
keperluan lainnya harus diperhitungkan dengan cermat. Sedangkan penjualan harus
ditingkatkan agar terjadi peningkatan pemasukan uang, karena apotek selain
bersifat sosial juga harus memperhatikan segi komersialnya agar terus hidup dan
berkembang.
Pengelolaan keuangan di apotek
dapat dilakukan oleh APA atau oleh PSA atau oleh APA bersama PSA. Apabila APA
bukan pemilik sarana apotek maka pengelolaan keuangan harus diatur sedemikian
rupa sehingga dapat menjamin kerjasama yang baik dengan PSA.
2.4.4 Bidang Ketenagakerjaan
Secara garis besar tenaga
kerja yang bekerja dalam suatu apotek selain seorang APA juga terdapat tenaga
kerja penunjang lainnya, seperti apoteker pendamping, apoteker pengganti, AA,
tenaga adminisirasi, juru resep dan lain-lain. Setiap personal memiliki tugas
masing-masing, namun diantara pesonal harus terjalin suatu kejasama yang baik
dan memiliki persepsi yang sama sehingga tujuan dari berdirinya apotek tersebut
dapat terwujud.
2.4.5 Bidang Informasi
Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1332/SK/X/2002 pelayanan informasi meliputi:
1. Pelayanan informasi tentang obat dan
perbekalan farmasi lainnya
2. Pengamatan dan pelaporan informasi
mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi
lainnya.
Dengan adanya kebijaksanaan
Obat Wajib Apotek (DOWA), maka seorang apoteker haruslah memberikan informasi
yang benar dan tepat mengenai obat yang
telah diberikannya sehingga diperoleh pengobatan yang tepat, aman dan
rasional.
2.5 Pengelolaan Obat Golongan Narkotika dan Psikotropika
Menurut
Undang-undang No. 22 tahun 1997 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Pengelolaan
obat-obat narkotika dan psikotropika dilakukan secara khusus berdasarkan
Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika dan Permenkes No.
28/Menkes/Per/1/1978, serta Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang
psikotropika.
Apotek dilarang
menyerahkan obat-obat narkotika tanpa resep dokter. Su.rat pesanan (SP) khusus
untuk narkotika terpisah dari SP obat-obat lainnya. Satu SP hanya berlaku
untuk satu jenis obat narkotika. Pemesanan obat-obat narkotika di Indonesia
hanya dilakukan kepada PBF Kimia Farma. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
pelacakan penyalahgunaan obat-obat narkotika oleh masyarakat. Surat Pesanan
(SP) obat-obat narkotika dibuat khusus dan harus ditandatangani oleh APA.
Apotek berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan mengenai
pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika, yang pelaksanaannya mengikuti
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 281/Menkes/Per/1/1978 ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pengelolaan obat-obat narkotika di apotek yaitu :
1. Apotek harus memiliki tempat
khusus untuk menyimpan obat-obat narkotika.
2. Tempat khusus untuk
obat-obat narkotika harus memenuhi persyaratan yaitu :
a.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu
atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang
kuat.
c.
Lemari di bagi menjadi dua bagian, masing-masing dengan
kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin
dan garam-garamnya, sedangkan pada bagian kedua untuk menyimpan obat-obat
narkotika yang akan digunakan untuk pemakaian sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus
tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x 100cm,
maka lemari harus ditanamkan pada tembok atau lantai.
e. Lemari khusus tidak boleh
digunakan untuk menyimpan obat-obat lain, selain obat-obat narkotika, kecuali
apabila ditentukan lain oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci dari lemari harus
dikuasai oleh penanggung jawab apotek atau pegawai lain yang dikuasakan.
g. Lemari khusus tersebut
disimpan, ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
3. Untuk obat-obat narkotika yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan
lagi, pemegang izin khusus dan APA dapat memusnahkan obat-obat narkotika
tersebut. Pemusnahan obat-obat narkotika yang telah rusak harus disaksikan
oleh petugas Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II.
4. APA yang memusnahkan obat-obat narkotika harus membuat berita acara
pemusnahannya paling sedikit rangkap 3.
5. Berita acara pemusnahan (BAP)
harus memuat :
a. Hari, tanggal, bulan dan
tahun pemusnahan.
b. Tanda tangan dan identitas
lengkap APA dan pelaksana lain yang menyaksikan.
c. Nama dan jumlah obat-obat
narkotika yang dimusnahkan.
6. BAP obat-obat narkotika harus dikirim ke
Balai POM dan Dinas Kesehatan setempat. Dalam Undang-undang No.9 tahun 1976
tentang narkotika, penyaluran obat-obat narkotika kepada pihak-pihak yang
menggunakannya untuk pengobatan penyakit, harus berdasarkan resep dokter dan
hanya dilakukan oleh apotek. Apotek dilarang mengulangi atau menyerahkan
obat-obat narkotika atas dasar resep dokter yang sama, atau dasar salinan resep
dokter. Apotek berkewajiban untuk menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
kepada Menteri Kesehatan mengenai pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika
(DepKes, 1976) Laporan tersebut harus dikirim kepada:
a. Badan POM.
b. Dinas kesehatan propinsi.
c. Sebagai arsip.
Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1997
tentang psikotropika, dinyatakan bahwa psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat proaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat, yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku seseorang.
Penyaluran obat-obat psikotropika dilakukan
oleh pabrik obat, PBF, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
rumah sakit dan lembaga penelitian, atau lembaga pendidikan. Surat pesanan
obat-obat psikotropika dibuat khusus seperti pada surat pesanan narkotika.
Pengelolaan obat-obat narkotika dan
psikotropika harus terpisah dari obat-obat lain, untuk memudahkan pengawasan
dan pemeriksaan stok bulanan. Penyerahan obat-obat psikotropika hanya boleh
dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas ataupun balai pengobatan berdasarkan resep dokter. Surat pesanan
untuk obat-obat golongan psikotropika tidak hanya ditujukan kepada PBF Kimia
Farma, tetapi PBF lain pun berwenang untuk menyediakannya (Depkes RI, 1997).
Sistem pelaporan obat-obat golongan
psikotropika hampir sama dengan pelaporan golongan narkotika. Pada
pemusnahannya juga, harus membuat BAP dengan tata cara pemusnahan sama dengan
pemusnahan narkotika.
Tag :
MAKALAH KESEHATAN
0 Komentar untuk "CONTOH MAKALAH LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI BAB II"